Friday, November 8, 2013

[TOO] Sensitive

Well membahas tentang "too sensitive" pasti banyak yang bisa diceritain, mulai dari cerita orang, sampai ke diri sendiri. Sensitif sama keadaan gak jelek lho, kadang itu bisa membuat kita lebih aware dan care sama keadaan disekeliling, menumbuhkan empati dan masih banyak lagi. Tapi kalo udah pake TOO SENSITIVE, udah lain ceritanya. Kata orang tua sesuatu yang pake too/terlalu biasanya gak pernah bagus. 

Aku jadi teringat film Spongebob Squarepants (ada yang gak tau film ini? tunjuk tangan :p) yang episode tentang stand up comedy. Ceritanya tentang spongebob yang nyoba-nyoba jadi comic (sebutan untuk orang yang melakukan pertunjukan stand up comedy) namun lelucon yang dibawakannya dianggap garing dan tidak  lucu. Para penonton pun menyoraki spongebob untuk segera turun dari panggung. Saat terpojok, spongebob melihat kearah sandy (tupai /makhluk darat satu-satunya di Bikini Bottom) dan mendapat ide untuk menjadikan tupai sebagai bahan lelucon. Alhasil ide spontan itu berhasil mengundang gelak tawa para penonton. Spongebob merasa sangat senang berhasil di stand up perdananya, namun tidak dengan sandy, yah bagaimanapun dia adalah seekor tupai dan yang diolok-olok oleh spongebob tadi adalah TUPAI.

Setelah pertunjukan sandy mendatangi spongebob untuk meminta penjelasan.
Spongebob : Hai sandy, apa kau menikmati pertunjukan tadi?
Sandy : Ehmm sejujurnya aku tidak terlalu menikmatinya. Spongebob mengapa kau menjadi tupai sebagai bahan leluconmu? Kau tahukan aku adalah seekor tupai?!
Spongebob : Ohh ayolah sandy kau tahu itu hanya sebuah pertunjukan dan aku hanya bercanda. Lagipula kita juga sering menertawakan diri kita sendiri, bukan?
Sandy : Ahh kau benar spongebob, mungkin aku saja yang terlalu sensitif (too sensitive). Maafkan aku spongebob.
Spongebob :  Ohh tidak apa-apa sandy

Sesuai dengan cerita spongebob diatas, too sensitive buat kita jadi over-thinking terhadap suatu masalah, bahkan terkadang masalah yang gak ada. Kita jadi berpikir macam-macam, mengambil kesimpulan sendiri dan banyak hal-hal negatif lain yang akhirnya malah memperumit/menambah masalah yang ada atau malah menciptakan masalah yang sebenarnya gak ada. Nah lho, makin runyam kan? Jadi ya biasa-biasa ajalah, sensitif bole tapi gak usah pake terlalunya. hehehehehe

^_^v Pisssss

Friday, March 1, 2013

Ahhhh~ Bapak payah benar

Hari sabtu pagi yang cerah, ketika jiwa-jiwa jomblo mulai memanjatkan doa agar turun hujan malamnya, sebuah kabar duka menyergap pemuda pemudi Aceh yang tengah "on fire" mengejar beasiswa ke luar negeri. Headline sebuah surat kabar lokal ditulis dengan huruf besar dan di Bold (tebal -red), BEASISWA DI STOP. Jegerrrrrrr *petir di siang hari menyambar

Aw aw aw, sakit, perih, tersayat-sayat (atau berbagai macam kata-kata yang lebih tragis untuk menggambarkan kondisi hati calon-calon penerima beasiswa itu :p). Mungkin kurang lebih sakitnya seperti patah hati atau putus cinta. Gimana nggak? coba bayangin aja gebetan yang bilang sama sayang sama kita trus tiba-tiba ninggalin kita dengan alasan yang gak jelas. PHP (Pemberi harapan palsu - pake istilah sule'); kayaknya kata-kata ini yang cocok diberikan untuk siapapun yang bertanggungjawab untuk masalah ini.

Well cuma mungkin sebagian kawan-kawan kita udah pada gak semangat lagi ngejar beasiswa, sebagian masi optimis, dan sebagian mungkin masih nanya ada apa ya koq banyak orang-orang ribut-ribut (yang ini biasanya barisan telmi - canda ding). Tapi apapun itu, mereka sudah melakukan pengorbanan yang tidak sedikit, ada beberapa yang resign dari pekerjaannya, ada yang rela meninggalkan keluarganya, dan ada juga yang menunda pernikahannya (Nah klo ini aq gak tau relevan ato ga? :p); semuanya demi mengikuti proses menuju beasiswa itu. Harusnya seh menurut kita-kita, sedikit banyak pihak pengesah anggaran memperhatikan dan mempertimbangkan hal ini. Kan wakil rakyat jadi pro rakyat sedikit kan gak masalah tu :p (maaf bapak-bapak yang di "kursi panas"). Tapi yah ini cuma curhatan aja tentang posisi kita-kita pak, cuma meminta bapak-bapak ini mempertimbangkan saja. Masalah keputusan dan kebijakan tentu bapak-bapak yang lebih mengerti dan berhak.

Mungkin kalo diantara penerima beasiswa ini ada si mus pasti dibilangnya "aahh~ Bapak payah benar". hahahaha :D